Wednesday, February 2, 2011

Headline

Untuk membungkam pembangkang, pemerintah Mesir mengambil langkah penting pada 28 Januari yakni mematikan internet nasional. Bagaimana melakukannya?

Menurut ilmuwan komputer Massachusets Institute of Technology (MIT) yang fokus pada arsitektur internet David Clark, kemampuan pemerintah mengendalikan internet tergantung pada kontrol Internet Service Provider (ISP). Perusahaan-perusahaan sektor swasta ini memberi akses internet pada pelanggan.

“ISP memiliki kontrol langsung dari Internet, sehingga apa yang terjadi di negara manapun tergantung pada kontrol negara atas ISP,” kata Clark. Beberapa negara mengatur ISP jauh lebih banyak. China pernah ‘mematikan’ internet di berbagai daerah.

Ketika pemerintah meminta ISP menonaktifkan layanan, mereka punya banyak cara melakukannya secara teknis. “Mereka bisa mematikan daya perangkat atau mengubah tabel routing (lebih mirip ‘membunuh digital’ dan berfungsi memilih layanan tertentu saja yang bisa aktif)”.

Menurut pakar internet lain di MIT William Lehr, pada kasus Mesir, pemerintah memiliki penyedia layanan utama (Telecom Egypt). “Hal ini memungkinkan negara secara signifikan mempengaruhi fasilitas interkoneksi telekomunikasi internasional yang menyediakan transportasi fisik untuk koneksi internet internasional,” ujarnya.

“Mematikan sirkuit, efektif menghentikan lalu lintas dari Mesir ke seluruh dunia. Bisa atau tidaknya pemerintah menutup internet adalah persoalan peraturan,” kata Clark. “Dalam waktu krisis, apakah pemerintah mempunyai kewenangan memaksa ISP mengambil tindakan seperti itu?”. Di Amerika Serikat (AS), jawabannya tidak. Presiden Barack Obama pun tak memiliki akses ke ‘switch’ fisik yang dapat mematikan internet.

Ia juga tak memiliki kontrol pada ISP. Hal itu bisa berubah, jika rancangan “Melindungi Cyberspace sebagai Aset Nasional” diperkenalkan pada senat musim panas lalu.

RUU ini efektif memberi presiden internet ‘switch’ yang akan digunakan dalam kasus-kasus darurat yang mungkin akan menunda pengoperasian ISP negeri itu. Dibanding memblokir kebebasan berpendapat, RUU ini untuk melindungi infrastruktur ekonomi dari cyber terrorists, namun masih ada banyak kekhawatiran.

Lehr menjelaskan, untuk kasus Mesir ada beberapa cara menerobos blokir internetnya. Orang mungkin menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan internet global,. Perusahaan bisa mengakses sambungan intranet swasta.

Kemudian, penyedia di Mesir dengan akses sambungan internasional bisa melewati sirkuit yang dikendalikan Telecom Egypt dan mendukung konektivitas internasional klien mereka.

“Jenis jalur kebocoran ini menunjukkan, meski pemerintah berusaha mengontrol akses internet dengan mempertahankan sebuah tombol on/off, hal ini bisa sangat menantang dan dapat dielakkan oleh beberapa ketentuan,” tulis Lehr.

Saat internet tumbuh lebih rumit, internet akan makin sulit untuk benar-benar dimatikan. “Kemampuan mengendalikan atau mematikan internet atau akses ke beberapa jenis aplikasi merupakan perang yang sedang berlangsung. Serangan baru jenis ini terus-menerus muncul dan pertahanan baru pun begitu,” tulis Lehr.

Clarkmembandingkan pengendalian akses internet dengan peperangan. Saat satu negara bisa (sampai batas tertentu) memblokir akses negara lain. “Hal ini mungkin tak mustahil namun akan menjadi suatu tindakan perang cyber,” ujarnya.

Salah satu cara mencapai hal ini yakni memutuskan kabel aktual data internet. Akibatnya, World Wide Web (www) tak akan mungkin ada tanpa ribuan kilometer kabel serat optik bawah laut yang mengalirkan data dari benua ke benua.

Bundel kabel ini keluar dari laut hanya di beberapa lokasi dan kemudian membuat cabang yang terhubung ke jutaan komputer. Misalnya, jika ada orang meledakkan stasiun di Miami di mana sekitar 90% lalu lintas internet antara Amerika Utara dan Amerika Latin ditangani, akses internet pantai timur bisa sangat terhambat.

sumber : http://teknologi.inilah.com/read/detail/1197112/bagaimana-mesir-blokir-internetnya

0 Comments:

Post a Comment